Sinopsis Angkara Murka, Tumbal Ketamakan Pemilik Tambang Ilegal

Sinopsis Angkara Murka – Film Angkara Murka hadir sebagai teriakan lantang dari perut bumi yang sudah lama digerogoti oleh kerakusan manusia. Dibungkus dalam genre thriller supernatural, film ini tidak hanya mengajak penonton meneguk horor, tapi juga mengguncang nurani lewat kisah kelam seputar tambang ilegal yang memakan korban. Berlatar di pedalaman Kalimantan yang kelam dan penuh misteri, film ini menyuguhkan atmosfer mencekam yang meresap hingga ke tulang.

Kisah dibuka dengan proyek tambang ilegal milik seorang pengusaha ambisius bernama Haryo Saptadi (diperankan oleh Teuku Rifnu Wikana). Haryo tak peduli pada kerusakan lingkungan dan penderitaan warga sekitar, yang penting kantongnya tebal dan produksi batu bara lancar. Namun keserakahannya membawa malapetaka. Sebuah kejadian janggal mulai mengusik operasional tambangnya—pekerja menghilang tanpa jejak, alat berat bonus new member secara misterius, dan munculnya sosok wanita berwajah hancur yang bergentayangan di malam hari.

Kutukan Leluhur yang Terabaikan

Di balik tambang yang di gali, ternyata tersembunyi sejarah kelam. Desa tempat tambang itu berdiri dulunya adalah wilayah adat yang sakral, dijaga ketat oleh para leluhur. Dalam upacara-upacara adat yang telah lama di tinggalkan, masyarakat lokal meyakini bahwa roh penjaga tanah akan murka bila batas di langgar. Dan itulah yang di lakukan Haryo—melanggar batas. Ia menghancurkan situs pemujaan tua dan menebas hutan keramat demi membuka jalur pengangkutan. Arwah penjaga bangkit. Murka.

Sosok utama penolak tambang adalah Laras (di perankan oleh Marsha Timothy), seorang jurnalis lingkungan yang kembali ke kampung halamannya setelah sepuluh tahun. Kedatangannya awalnya hanya untuk meliput kasus pelanggaran izin, namun lama-kelamaan Laras ikut terlibat dalam misteri hilangnya para pekerja. Dengan bantuan Kakek Surya (Slamet Rahardjo), penjaga adat terakhir, Laras menyadari bahwa tambang itu telah membangunkan kekuatan lama yang tidak bisa di tundukkan oleh alat mahjong ways 2atau uang sogokan.

Teror yang Tak Bisa Dibungkam

Ketegangan makin menebal ketika kejadian aneh mulai menimpa keluarga Haryo. Istri dan anaknya menjadi korban pertama dari kutukan itu. Bukan hanya fisik yang di serang, tapi juga mental—halusinasi, mimpi buruk, hingga obsesi tak wajar terhadap tanah dan batu bara. Film ini dengan lihai menyisipkan simbolisme tentang kerakusan yang menelan akal sehat. Haryo mulai terlihat seperti orang kesurupan, menggali tanah dengan tangan kosong, seolah-olah emas tersembunyi di balik lumpur merah yang berlumuran darah.

Setiap korban yang jatuh, tubuh mereka di temukan dalam kondisi mengenaskan: tulang remuk, mata melotot, dan simbol-simbol kuno tergurat di kulit. Teror ini tidak bisa di hentikan oleh polisi, medis, atau pengusiran setan. Solusi satu-satunya: hentikan tambang dan lakukan ritual pemulihan seperti ajaran leluhur. Tapi akankah Haryo menyerah? Ataukah ia akan terus melawan, bahkan ketika nyawanya menjadi taruhan?

Visual Menggigit, Kritik Sosial Menampar

Sinematografi Angkara Murka di garap dengan atmosfer yang kelam dan penuh tekanan. Hutan yang kabutnya tak pernah hilang, suara cangkul menembus keheningan malam, dan tatapan kosong para warga menciptakan suasana yang mencekam tanpa perlu banyak efek digital. Film ini juga menyisipkan banyak kritik sosial secara frontal—mulai dari ketamakan korporat, lemahnya hukum, hingga pengkhianatan terhadap nilai-nilai adat.

Dialognya tajam dan penuh muatan. Beberapa adegan ritual bahkan di gambarkan dengan detail dan nuansa mistik yang memikat. Penonton tidak hanya di suguhi horor, tapi juga di paksa merenung: siapa sebenarnya yang paling jahat? Arwah yang membalas dendam, atau manusia yang merampas hak tanah leluhur demi kekayaan sesaat?

Angkara Murka bukan sekadar film. Ia adalah cermin dari dosa ekologis yang sering di bungkam. Sekali di tonton, sulit di lupakan.